Intisari
Upaya Mitigasi dan Adaptasi Dalam Menghadapi Perubahan Iklim
Taryono Darusman
Konsentrasi CO2 pada Atmosfer bumi secara cepat sedang mendekati rata-rata 400 ppm. Padahal sebelum era industri konsentrasi CO2 di Atmosfer hanya sekitar 280 ppm saja. Dimana, konsentrasi CO2 di atmosfer disumbang secara alamiah maupun antropogenik (akibat aktifitas manusia). Para ilmuwan yang tergabung dalam IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) sepakat bahwa peningkatan konsentrasi CO2 dalam Atmosfer merupakan penyebab utama peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi.
Peningkatan suhu ini menyebabkan terganggunya siklus musim, kenaikan permukaan laut akibat dari mencairnya es. Akibat lebih jauh adalah menghilangnya kehidupan wilayah pesisir, gangguan terhadap pola pertanian dan perikanan yang subsisten, bencana alam (badai, banjir, kekeringan dan lainnya) serta terancamnya keanekaragamanhayati dan hidupan liar lainnya.
Untuk membatasi dampak pemanasan global terhadap kehidupan sosial-ekologis manusia, para ilmuwan sepakat untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata hanya 2⁰C saja dari suhu sebelum era industri atau membatasi konsentrasi rata-rata CO2 di Atmosfer 450 ppm. Untuk melakukan ini, Negara-negara industri maju harus menurunkan tingkat emisi negaranya sebesar 80% dari level 2000 sebelum tahun 2050.
Mengendalikan laju deforestasi hutan adalah salah satu langkah mitigasi yang saat ini dianggap paling murah dan cepat. Melalui mekanisme REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki lahan hutan gambut tropis terbesar di dunia dapat berperan lebih besar dalam upaya mitigasi pemanasan global ini. Kompesasi yang didapatkan dari negara industri maju melalui skema REDD ini dapat digunakan untuk melakukan program-program adaptasi, seperti membuat bendungan di kawasan pesisir, layanan kesehatan publik dan lembaga keuangan mikro untuk membantu usaha-usaha petani dan nelayan.
Kata Kunci : Pemanasan global, hutan gambut tropis, REDD, IPCC
Gibbs et al., 2007. Reducing Emissions from deforestation combating climate change. University of Wisconsin-Madison.
IPCC, 2007: Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of working group I to the fourth Assessment Report of The Intergornmental On Climate Change [Solomon,S., D.Qin,M. Manning,Z. M.Marquiz, K.B. Averyt, M.Tignor and H.L. Miller (eds.)].
PRINSIP PENGUKURAN DALAM METODA ANALISA KIMIA (MAK
OLEH :
RUSVIRMAN MUCHTAR, Drs.MSc
JURUSAN KIMIA FMIPA UNJANI
JLN TERUSAN JEND.SUDIRMAN. PO.BOX 148 CIMAHI BANDUNG
ABSTRAK
Dalam MAK pengukuran kandungan senyawa atau atom yang ada dalam sampel, prinsipnya didasari atas reaksi elektron dan reaksi inti (peluruhan) baik untuk kualitatif maupun kuantitatif. Pengukuran berdasarkan pada reaksi elektron ada dua besaran yang diukur, pertama pengukuran besarnya aktivitas elektron yang dikenal dengan MAK moderen, instrumen pengukurannya dengan spektrofotometer atom dan molekul, khromatografi gas dan cair, elektrokimia, dan kedua pengukuran akibat besarnya aktivitas elektron yang dikenal dengan MAK konvensional, instrumen pengukurannyamenggunakan buret ubtuk kuantitatif dan test tube untuk kualitatif. Pengukuran reaksi inti yang dikenal dengan peluruhan, instrumen yang digunakan spektrofotometer NMR (nuclear magnetic resonansi) menggunakan putaran total inti suatu zat pada adsorpsi energi dan digunakan untuk megindentikasi molekul.
Kata kunci : MAK, reaksi elektron, reaksi inti