Senin, 15 Maret 2010
Sjamsul Arifin Achmad, Menggagas Penemuan Senyawa Kimia
B.M. Lukita Grahadyarini
BERKAT kecintaannya untuk meneliti senyawa-senyawa pada tanaman, Prof Sjamsul Arifin Achmad menggagas penemuan puluhan senyawa kimia pada tanaman di Indonesia yang bermanfaat sebagai hormon tumbuhan, antibakteri, hingga antikanker pada manusia. Penamaan kimia senyawa-senyawa hasil temuan itu di antaranya memakai nama Indonesia.
GURU besar kimia organik bahan alam pada Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB) ini menemukan senyawa-senyawa kimia pada tanaman dengan dibantu Dr Euis Holisotan Hakim, Dr Yana Maolana Syah, Dr Lia Dewi Juliawaty, Didin Mujahidin MSi, dan Drs Lukman Makmur dari Departemen Kimia FMIPA ITB.
Sejak tahun 1985, Sjamsul dan timnya melakukan penelitian terhadap tanaman hutan di Indonesia. Ketekunan itu membuahkan hasil. Dari hasil penelitian, mereka menemukan puluhan zat kimia yang berkhasiat.
Senyawa-senyawa itu kemudian dinamai dengan istilah Indonesia. Senyawa kimia yang bermanfaat sebagai hormon tumbuhan yang ditemukan pada tumbuhan medang (Lauraceae) di Gunung Pangrango, Jawa Barat, misalnya diberi nama Indonesiol.
Ada pula senyawa yang diberi nama Diptoindonesianin A, Diptoindonesianin B, Diptoindonesianin C, dan seterusnya hingga Diptoindonesianin Z. Senyawa ini memiliki sifat antibakteri dan terkandung dalam tanaman meranti (Vatica) yang banyak terdapat di Kalimantan. Demikian pula senyawa Artoindonesianin A, Artoindonesianin B, dan seterusnya, hingga Artoindonesianin Z yang terbukti mengandung sifat antikanker. Senyawa ini terkandung pada tanaman nangka- nangkaan (Artocarpus champeden) di Sumatera Barat.
Sedikitnya 300 jurnal internasional telah memuat hasil penemuan mereka. Sjamsul ratusan kali juga diundang untuk menyampaikan gagasan dan hasil penemuannya dalam forum-forum internasional.
"Indonesia merupakan negara peringkat kedua di dunia yang memiliki keanekaragaman hayati terbanyak. Masih banyak potensi yang dapat digali dari tanaman-tanaman di Indonesia," kata Sjamsul mengomentari temuannya.
DUNIA kimia organik telah ditekuni Sjamsul selama 40 tahun. Pria kelahiran Padang, 11 April 1934, ini memiliki keyakinan bahwa tumbuh-tumbuhan di Indonesia sangat kaya akan senyawa kimia yang berkhasiat. Hal inilah yang mendorongnya untuk menggagas penemuan terhadap senyawa-senyawa kimia pada tumbuhan dengan melibatkan rekan-rekannya di ITB.
Senyawa-senyawa kimia pada tanaman, selain memiliki fungsi biologis terhadap tanaman itu sendiri, juga berguna untuk sistem biologis pada makhluk hidup lain. Bahkan, tanaman yang dianggap beracun sekalipun masih punya manfaat.
"Senyawa tanaman yang meracuni suatu jenis makhluk hidup bisa jadi merupakan obat bagi makhluk hidup lain. Tergantung bagaimana kita mau menggali dan memanfaatkan senyawa itu," papar pria yang meraih predikat lulusan terbaik program strata 1 (S1) dari University of New South Wales Australia pada tahun 1960.
"Indonesia memiliki sedikitnya 40.000 jenis tanaman. Bayangkan, jika setiap jenis tanaman menghasilkan ratusan bahan kimia, berapa banyak bahan kimia pada tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk makhluk hidup?" tambah pria yang langsung mengikuti beasiswa program doktor (S3) pada University of New South Wales Australia selepas lulus S1 itu.
Penebangan hutan secara membabi buta di Indonesia menjadi salah satu keprihatinan Sjamsul. Penebangan hutan, selain merusak ekosistem, akan menghancurkan potensi tanaman-tanaman yang bermanfaat bagi manusia.
"Kalau penjarahan hutan semakin marak, tidak lama lagi pabrik-pabrik kimia yang ada di alam kita akan musnah. Yang paling dirugikan adalah generasi mendatang karena mereka akan kehilangan sumber daya bahan kimia yang potensial untuk keperluan hidupnya," kata dosen yang selalu melibatkan mahasiswa dalam setiap penelitian yang dilakukannya itu.
Di samping giat meneliti, pria yang merintis pembuatan sistem akreditasi nasional laboratorium penguji ini aktif menjalin kerja sama dengan lembaga internasional. Ia pernah menjadi konsultan pada Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) untuk pengajaran kimia di tingkat Asia pada tahun 1967-1973, dan anggota kelompok kerja UNESCO untuk pembentukan Federasi Masyarakat Kimia Asia tahun 1998.
Berkat penelitian dan pengabdiannya terhadap pengembangan kimia bahan alam, ia juga meraih sejumlah penghargaan dari dalam dan luar negeri. Di antaranya, Satya Lencana Karya 30 tahun dari Presiden Republik Indonesia. Sjamsul juga pernah dinominasikan sebagai kandidat peraih hadiah Nobel bidang kimia pada tahun 1989 dan 1994.
DI masa pensiunnya sebagai pengajar, suami dari Kartini yang dinikahinya pada tahun 1958 ini masih menyimpan keprihatinan terhadap nasib guru-guru kimia di Indonesia. Kesempatan guru kimia untuk meningkatkan pengetahuannya hingga kini masih sangat terbatas. Akibatnya, materi pelajaran kimia tidak banyak berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Pria yang meraih gelar honorary doctor of science dari Universiti Kebangsaan Malaysia pada bulan Oktober 2004 ini menilai bahwa guru memiliki peran sangat penting untuk membangkitkan kesenangan dan minat siswa dalam mempelajari ilmu kimia. Kesenangan siswa terhadap kimia hanya dapat dibangkitkan jika guru menguasai materi yang diajarkan.
"Guru yang mengajar secara sistematis akan merangsang siswa untuk menyukai pelajaran. Tetapi kalau guru saja sudah tidak memahami materi yang diajarkan, siswanya pasti semakin tidak mengerti," tuturnya.
Pengembangan minat generasi penerus terhadap ilmu kimia juga perlu dirintis oleh perguruan tinggi. Kemajuan ilmu kimia di perguruan tinggi akan mendorong siswa untuk menyenangi ilmu kimia, dan merangsang sekolah menengah untuk meningkatkan kualitas pengajaran.
"Ini semua butuh proses. Tetapi kalau tidak dimulai, kapan tradisi pengembangan ilmu kimia di Indonesia akan tumbuh?" katanya.
Sumber : Kompas (28 Desember 2004)
Seminar Bulanan April 2010
SERTIFIKAT SEMINAR
Jumat, 26 Februari 2010
Abstrak Seminar Senin 1 Maret 2010
Intisari
Upaya Mitigasi dan Adaptasi Dalam Menghadapi Perubahan Iklim
Taryono Darusman
Konsentrasi CO2 pada Atmosfer bumi secara cepat sedang mendekati rata-rata 400 ppm. Padahal sebelum era industri konsentrasi CO2 di Atmosfer hanya sekitar 280 ppm saja. Dimana, konsentrasi CO2 di atmosfer disumbang secara alamiah maupun antropogenik (akibat aktifitas manusia). Para ilmuwan yang tergabung dalam IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) sepakat bahwa peningkatan konsentrasi CO2 dalam Atmosfer merupakan penyebab utama peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi.
Peningkatan suhu ini menyebabkan terganggunya siklus musim, kenaikan permukaan laut akibat dari mencairnya es. Akibat lebih jauh adalah menghilangnya kehidupan wilayah pesisir, gangguan terhadap pola pertanian dan perikanan yang subsisten, bencana alam (badai, banjir, kekeringan dan lainnya) serta terancamnya keanekaragamanhayati dan hidupan liar lainnya.
Untuk membatasi dampak pemanasan global terhadap kehidupan sosial-ekologis manusia, para ilmuwan sepakat untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata hanya 2⁰C saja dari suhu sebelum era industri atau membatasi konsentrasi rata-rata CO2 di Atmosfer 450 ppm. Untuk melakukan ini, Negara-negara industri maju harus menurunkan tingkat emisi negaranya sebesar 80% dari level 2000 sebelum tahun 2050.
Mengendalikan laju deforestasi hutan adalah salah satu langkah mitigasi yang saat ini dianggap paling murah dan cepat. Melalui mekanisme REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki lahan hutan gambut tropis terbesar di dunia dapat berperan lebih besar dalam upaya mitigasi pemanasan global ini. Kompesasi yang didapatkan dari negara industri maju melalui skema REDD ini dapat digunakan untuk melakukan program-program adaptasi, seperti membuat bendungan di kawasan pesisir, layanan kesehatan publik dan lembaga keuangan mikro untuk membantu usaha-usaha petani dan nelayan.
Kata Kunci : Pemanasan global, hutan gambut tropis, REDD, IPCC
Gibbs et al., 2007. Reducing Emissions from deforestation combating climate change. University of Wisconsin-Madison.
IPCC, 2007: Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of working group I to the fourth Assessment Report of The Intergornmental On Climate Change [Solomon,S., D.Qin,M. Manning,Z. M.Marquiz, K.B. Averyt, M.Tignor and H.L. Miller (eds.)].
PRINSIP PENGUKURAN DALAM METODA ANALISA KIMIA (MAK
OLEH :
RUSVIRMAN MUCHTAR, Drs.MSc
JURUSAN KIMIA FMIPA UNJANI
JLN TERUSAN JEND.SUDIRMAN. PO.BOX 148 CIMAHI BANDUNG
ABSTRAK
Dalam MAK pengukuran kandungan senyawa atau atom yang ada dalam sampel, prinsipnya didasari atas reaksi elektron dan reaksi inti (peluruhan) baik untuk kualitatif maupun kuantitatif. Pengukuran berdasarkan pada reaksi elektron ada dua besaran yang diukur, pertama pengukuran besarnya aktivitas elektron yang dikenal dengan MAK moderen, instrumen pengukurannya dengan spektrofotometer atom dan molekul, khromatografi gas dan cair, elektrokimia, dan kedua pengukuran akibat besarnya aktivitas elektron yang dikenal dengan MAK konvensional, instrumen pengukurannyamenggunakan buret ubtuk kuantitatif dan test tube untuk kualitatif. Pengukuran reaksi inti yang dikenal dengan peluruhan, instrumen yang digunakan spektrofotometer NMR (nuclear magnetic resonansi) menggunakan putaran total inti suatu zat pada adsorpsi energi dan digunakan untuk megindentikasi molekul.
Kata kunci : MAK, reaksi elektron, reaksi inti
Selasa, 16 Februari 2010
Minggu, 14 Februari 2010
Seminar Bulanan di SMAN Kramatwatu Serang Banten 13 Februari 2010
Jumat, 08 Januari 2010
PERAN RUMAH TANGGA UNTUK MENGELOLA SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK
PERAN RUMAH TANGGA UNTUK MENGELOLA
SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK
DASLI NOERDIN
Email : noerdin_dasli@yahoo.co.id
ABSTRAK
Selain sampah industri, radioaktif, ternak atu peternakan dan sampah pasar, sampah rumah tangga atau domestic termasuk segmen yang harus dikelola dengan baik. Pada umumnya sampah rumah tangga terdiri dari sampah basah atau organic, kertas, plastik, kaca dan logam. Permasalahan sampah sesungguhnya adalah bagaimana agar sampah tersebut dikelola dengan memilah sampah menjadi sampah basah atau organic, kertas, plastic dan logam sejak dari rumah tangga (domestik), sampai kesemua sumber penghasil sampah .Di rumah tangga semua penghuninya harus taat untuk memisahkan sampah tersebut menjadi sampah basah, kertas plastic,kaca dan logam atau minimal dipilah menjadi sampah basah dan sampah kering. Jika di setiap rumah tangga sampah sudah terpilah dengan baik, maka sesungguhnya sekitar 50 persen masalah sampah sudah bisa diatasi, dengan syarat di tempat pembuangan sampah sementara ( TPS ) dan tempat pembuangan akhir ( TPA ) telah tersedia penampung sampah yang sudah terpilah juga. Di tingkat rumah tangga pertama kali perlu ada pembinaan dan sosialisasi yang berorientasi kepada reward dan punishment, dari kalangan yang berkompeten semisal kalangan dunia pendidikan, tokoh masyarakat dan pemerintah sebagai penanggung jawab keseluruhan dengan kebijakan yang sesuai. Tanpa ketaatan semua rasanya sampah akan selalu jadi masalah. Ketaatan Rumah Tangga mengelola sampah tanpa kebijakan dan infra struktur yang sesuai akan menjadi sia-sia belaka.
Senin, 04 Januari 2010
Seminar Bulanan Perdana Jurusan Kimia Unjani
Seminar bulanan perdana Jurusan Kimia Fakultas MIPA Unjani, akan dilaksanakan tanggal 20 Januari 2010 pukul 09.00 s.d 12.00 WIB bertempat di ruang D2-5 GKB. Penyanyi Seminar Bulanan Perdana oleh Drs. Dasli Noerdin, M.Sc dengan judul "PERAN RUMAH TANGGA UNTUK MENGELOLA SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK". Peserta seminar akan dihadiri dosen, alumni dan mahasiswa di lingkungan Jurusan Kimia Unjani.
Panitia Seminar Bulanan yang ditugasi Jurusan Kimia,
Ketua : Jasmansyah, Drs, M.Sc
Sekretaris : Yusi Fudiesta, Dra
Anggota : Senadi Budiman, Drs, M.Sc dan Dewi Meliati A. S.Si, M.Si
Peseta Seminar gratis dan mendapatkan sertifikat.